
(speakbola.com) – Sepak bola Indonesia pernah mengalami peristiwa sangat kelam, akibat perebutan kekuasaan di tubuh PSSI selaku induk organisasi sepak bola di tanah air, yang berujung kepada dualisme kompetisi sepak bola Indonesia, Liga Super Indonesia (LSI) dan Liga Primer Indonesia (LPI).
Keberadaan dua liga yang sama-sama pernah dianggap breakaway league, alias liga yang tidak resmi, membuat sepak bola di Indonesia saat itu carut-marut. Dampaknya bukan saja kepada klub tapi juga Timnas Indonesia
Bagaimana sebenarnya awal dualisme ini terjadi?
Bolastori pekan ini akan mengulas dualisme kompetisi sepak bola indonesia yang pernah terjadi sedekade lalu ini.
Babak Pertama: LSI VS LPI
Kongres Sepak Bola Nasional
Kongres Sepak Bola Nasional (KSN) digelar di kota Malang, pada 30-31 Maret, sebagai langkah untuk menuntut reformasi di kubu PSSI. Langkah itu diambil akibat carut marut sepak bola Indonesia saat itu yang tak lepas dari hilangnya kepercayaan berbagai pihak terhadap PSSI yang dipimpin oleh Nurdin Halid. Ia dianggap sudah tak pantas memimpin PSSI karena sempat mendekam di dalam penjara akibat kasus korupsi.
Ketidakpercayaan tersebut ditambah lagi dengan semakin merosotnya prestasi Timnas Indonesia di berbagai level. Mulai dari Timnas senior yang untuk pertama kalinya gagal lolos ke putaran final Piala Asia dalam 14 tahun terakhir, hingga Timnas U-23 yang menjadi juru kunci fase grup SEA Games.
Setelah melalui proses yang memakan waktu cukup panjang, akhirnya Kongres Sepak bola Nasional (KSN) yang berlangsung di Hotel Santika Malang, 30-31 Maret 2010 mampu menghasilkan 7 rekomendasi:
- PSSI perlu segera melakukan reformasi dan restrukturisasi atas dasar usul, saran dan kritik serta harapan masyarakat dan mengambil langkah-langkah konkret sesuai aturan yang berlaku untuk mencapai prestasi yang diharapkan oleh masyarakat.
- Perlu adanya pembangunan dan peningkatan infrastruktur olahraga khususnya sepak bola.
- PSSI perlu meningkatkan komunikasi, koordinasi dan sinkronisasi dengan seluruh stakeholder terutama KONI dan Pemerintah.
- Dilakukan pembinaan sejak usia dini melalui penanganan secara khusus melalui pendekatan IPTEK dengan melibatkan tim yang terdiri dari dokter, psikolog, pemandu bakat dan pakar olahraga dan perlu segera disusun kurikulum standar nasional untuk penyelenggaraan Sekolah Sepak Bola, PPLP dan PPLM Sepak Bola.
- Metode pembinaan atlet pelajar muda agar juga memperhatikan pendidikan formalnya.
- Pemerintah menyediakan anggaran dari APBN dan APBD untuk mendukung dan menunjang target dan pencapaian sarana untuk menuju prestasi (karena dana APBD masih diperlukan untuk stimulan).
- Perlu segera disusun dan dilaksanakan program pembinaan prestasi yang fokus kepada pembentukan tim nasional untuk menjadi juara dalam SEAG 2011
Dualisme Kompetisi: Munculnya Liga Primer Indonesia (LPI)
Lima bulan usai diadakannya Kongres Sepak Bola Nasional, tepatnya 26 September 2010, Liga Super Indonesia (LSI) kembali digelar. Namun di tengah-tengah berjalannya kompetisi resmi, muncul lah sebuah liga tandingan yang dikelola oleh Konsorsium Liga Primer Indonesia dan PT Liga Primer Indonesia, yang diinisiasi oleh Arifin Panigoro, bernama Liga Primer Indonesia (LPI).
Musim pertama Liga Primer Indonesia dijadwalkan untuk berjalan dari Januari sampai Oktober 2011 dan kick-off pertama terjadi pada tanggal 8 Januari 2011 di Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah. Sembilan belas klub berpartisipasi dalam liga ini, seperti:
- Jakarta FC
- Medan Chiefs
- Batavia Union
- Bali De Vata
- Semarang United
- Minangkabau FC
- Aceh United
- Bintang Medan
- Bogor Raya
- Solo FC
- Bandung FC
- Real Mataram
- Manado United
- Tangerang Wolves
- Cendrawasih Papua
- Persebaya 1927
- Persema Malang
- PSM Makassar
- Persibo Bojonegoro
PSSI mencap LPI ilegal. Di sisi lain, pihak LPI menyatakan bahwa penyelenggaraan Liga Primer Indonnesia tidak melanggar hukum karena sesuai dengan rekomendasi Kongres Sepak Bola Nasional di Malang pada Maret 2010.
PSSI juga mengancam akan menghukum berat semua klub, pemain, dan perangkat pertandingan yang terlibat di LPI. Salah satu ancaman PSSI adalah klub Liga Super Indonesia yang terlibat di LPI akan didegradasikan dan diminta mengembalikan aset-aset PSSI.
Meskipun demikian Liga Primer Indonesia tetap berjalan setelah menyelesaikan putaran pertama kompetisi, dengan total setiap tim melakoni 18 laga dan Persebaya 1927 keluar sebagai juara. Di sisi lainnya, kompetisi resmi saat itu yaitu Liga Super Indonesia dijuarai oleh Persipura. Dengan demikian Persipura berhasil otomatis masuk ke babak penyisihan grup Liga Champions AFC 2012.
Babak Kedua: PSSI VS KPSI
Kekisruhan sepak bola Indonesia tidak berakhir hanya dengan adanya dualisme kompetisi saja. Di tahun 2011, asosiasi sepak bola Indonesia jg terpecah menjadi dua kubu, PSSI Vs KPSI, yang keduanya sama-sama menjalankan liganya masing-masing.
Kronologi Dualisme PSSI dimulai saat PSSI era Djohar Arifin Husein, ketua PSSI periode 2011-2016, memutuskan untuk menunjuk PT Liga Prima Indonesia Sportindo, yang sebelumnya mengelola LPI, untuk mengelola kompetisi resmi milik PSSI. PT LPIS pun membentuk Liga Prima Indonesia sebagai kompetisi resmi musim 2011-2012.
Penunjukan PT LPIS sebagai opertator liga membuat sejumlah klub tidak setuju untuk bermain di kompetisi yang disupervisi oleh PT LPIS. Keputusan klub-klub tersebut lahir lantaran PT LPIS dinilai gagal menjalankan LPI musim sebelumnya.
Dualisme Kepengurusan: Munculnya PSSI versi KPSI
Kisruh di dalam kepengurusan PSSI menyeruak. Dimotori oleh anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI saat itu, La Nyalla Mattalitti, terbentuklah sebuah badan sepak bola tandingan yang juga membawahi sebuah liga bernama, Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI), yang akhirnya tetap menjalankan Liga Super Indonesia (LSI).
Merespons dualisme kompetisi sepak bola di Indonesia, FIFA mengirimkan surat kepada PSSI untuk menyelenggarakan Kongres Tahunan sebelum 20 Maret untuk melakukan rekonsiliasi dualisme kompetisi LPI VS LSI. PSSI merespons dengan menggelar Kongres Tahunan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Salah satu agendanya, mengubah status ISL menjadi kompetisi legal.
Pada waktu yang sama, KPSI juga menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Jakarta. La Nyalla Mattalitti terpilih sebagai Ketua Umum (Ketum) PSSI versi KPSI.
Kedua kompetisi ini pun bergulir dengan menghasilkan juaranya masing-masing. Sriwijaya FC menjadi peserta menjadi juara Liga Super Indonesia. Sementara di kompetisi resmi, Liga Super Indonesia, Semen Padang menjadi juara, mengungguli Persebaya 1927 dan Arema.
- Peserta Liga Prima Indonesia (LPI) 2011/2012: Arema Indonesia, Deltras Sidoarjo, Gresik United, Mitra Kutai Kartanegara, Pelita Jaya, Persela Lamongan, Persib Bandung, Persiba Balikpapan, Persidafon Dafonsoro, Persija Jakarta, Persipura Jayapura, Persiram Raja Ampat, Persisam Putra Samarinda, Persiwa Wamena, PSAP Sigli, PSMS Medan, PSPS Pekanbaru, dan Sriwijaya FC.
- Peserta Liga Super Indonesia (LSI) 2011/2012: Arema Indonesia, Bontang FC, Persebaya, Persema, Persiba, Persibo, Persija, Persijap, Persiraja, PSM, PSMS, dan Semen Padang
Babak Ketiga: Dualisme Timnas Indonesia
Dualisme pada asosiasi sepak bola Indonesia berdampak pula kepada eksistensi Timnas Indonesia. Kala itu, Indonesia akan menghadapi event besar di ujung tahun, Piala AFF 2012. Kedua kubu berlomba-lomba saling menyiapkan timnasnya masing-masing.
PSSI menunjuk Nilmaizar sebagai pelatih. Beberapa pemain naturalisasi dipanggil, semisal Diego Michels, Raphael Maitimo, Tonnie Cussel, hingga Johnny van Beukering. Beberapa nama lokal jua bergabung, seperti Taufik, Samsul Arif, Andik Vermansah, Elie Aiboy, hingga Patrich Wanggai.
Di Piala AFF 2012, Andik Vermansah membuat gol indah ke gawang Singapura. #AFFSuzukiCup #Kumparan #KumparanSoccer #TimnasDay pic.twitter.com/RZjCLzqGQF
— kumparan (@kumparan) November 25, 2016
Seakan tak mau kalah, PSSI versi KPSI pun menunjuk Alfred Riedl. Sebanyak 28 pemain dikumpulkan, beberapa di antaranya seperti Kurnia Meiga, Firman Utina, Hamka Hamzah, M Ridwan, Greg Nwokolo, hingga Cristian Gonzales.
Keduanya saling mendaftar ke AFF untuk mengikuti ajang dua tahunan tersebut. Asosiasi Sepak Bola Asia Tenggara itu pun akhirnya memutuskan pada 15 Oktober 2012 bahwa Timnas Indonesia bentukan PSSI Djohar Arifin lah yang berhak ke Piala AFF 2012.
Babak Keempat: Unifikasi
Liga Prima Indonesia masih menjadi kompetisi resmi PSSI pada 2013. Sedangkan Liga Super Indonesia 2013 juga dianggap resmi setelah proses panjang yang dilalui hingga lahir Join Committe PSSI pada 7 Juni 2012. Komite tersebut terbentuk setelah penandatanganan MoU antara Djohar Arifin Husein, ketua PSSI resmi, dengan La Nyalla Mattalitti, ketua PSSI versi KPSI, yang diinisiasi oleh taskforce AFC.

Kiri, La Nyalla Mattalitti, Ketua PSSI versi KPSI dan Kanan, Djohar Arifin, Ketua PSSI resmi
Liga Super Indonesia yang diikuti oleh 18 tim, akhirnya menelurkan Persipura Jayapura sebagai juara. Sementara Indonesia Premier League, yang diikuti 16 tim, berjalan dengan sistem liga dan berlanjut ke fase play-off. Begitu kompetisi mencapai pertandingan final yang mempertemukan Semen Padang dan Pro Duta FC, pertandingan tersebut dibatalkan.
Sekjen PSSI saat itu, Joko Driyono, mengumumkan pembatalan final tersebut. Joko mengatakan pertandingan itu bukan prioritas karena kompetisi IPL sudah selesai sejak dibatalkan oleh PSSI. Ia menegaskan bahwa tujuan akhir dari play-off final itu adalah menentukan tujuh tim yang akan menjalani proses verifikasi untuk bergabung dalam liga baru pada 2014.
Liga Super Indonesia 2014
Pada akhirnya dua kompetisi tersebut digabungkan menjadi Liga Super Indonesia (LSI) 2014. Mengingat adanya penggabungan, sejumlah tim menjalani verifikasi, di mana hanya ada 4 tim dari Liga Prima Indonesia (LSI) 2013 yang bisa tampil di kompetisi 2014.
Dengan peserta kompetisi mencapai 22 tim, PT Liga Indonesia memutuskan untuk membagi kompetisi menjadi 2 wilayah dengan 11 tim di setiap wilayah. Dari setiap wilayah akan ada dua tim yang terdegradasi, di mana rencananya pada musim selanjutnya hanya ada dua tim yang promosi sehingga kompetisi akan diikuti oleh 20 tim.
Milestone reached!
💯 #PERSIBDAY for Achmad Jufriyanto in the league!🏆 ISL 2014, 🏆 Piala Presiden 2015 and many more to come. We hope so! 🔵#PERSIB pic.twitter.com/UvzEEvKzWK
— PERSIB (@persib) February 25, 2022
Persita Tangerang dan Persijap Jepara menjadi dua tim dari wilayah barat yang terdegradasi. Sementara di wilayah timur ada Persepam Madura United dan Persiba Bantul. Sedangkan Persib Bandung keluar sebagai juara Liga Super Indonesia 2014 setelah menang atas Persipura Jayapura di final yang digelar di Gelora Sriwijaya Jakabaring, Palembang.
Babak Kelima: Sanksi FIFA untuk Indonesia
Pun proses unifikasi antara kedua liga dan asosiai sepak bola telah terjadi di tahun 2014, carut-marut sepak bola Indonesia tidak berhenti. Menjelang bergulirnya Liga Super Indonesia 2015, 30 Mei 2015 tepatnya, FIFA memberikan sanksi untuk Indonesia. Sanksi yang diberikan FIFA untuk Indonesia secara garis besar tertuang dalam tiga poin:
- Pertama, FIFA mencabut keanggotaan PSSI selaku federasi sepak bola Indonesia.
- Kedua, FIFA melarang timnas mapuun klub Indonesia mengikuti kompetisi internasional di bawah naungan FIFA dan AFC.
- Ketiga, setiap anggota dan ofisial PSSI tidak bisa mengikuti program pengembangan, kursus, atau latihan dari FIFA dan AFC selama sanksi belum dicabut.
Kemenpora RI ingin berdialog dengan FIFA jauh sebelum keluar SK Menpora RI No 01307/2005, 17 Apr 2015 #FIFAIndonesia pic.twitter.com/pNjM8eM82v
— KEMENPORA RI (@KEMENPORA_RI) October 15, 2015
Saksi FIFA bagi Indonesia lahir lantaran intervensi dari pemerintah melalui Kemenpora dan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) yang telah membekukan PSSI pada 17 April 2015. Pembekuan itu terjadi akibat PSSI tidak mengindahkan imbauan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) terkait penyelenggaraan Liga Indonesia 2015.
Bentuk Campur Tangan Pemerintah
Saat itu, BOPI ingin PSSI pimpinan Djohar Arifin menindak Arema Cronus dan Persebaya Surabaya. Kedua klub itu dinilai BOPI tidak layak mengikuti Liga Indonesia 2015 akibat kepengurusan ganda. Namun imbauan itu tidak digubris PSSI dan tetap menyertakan Arema Cronus dan Persebaya ke dalam daftar tim peserta Liga Indonesia 2015.
Liga Indonesia 2015 saat itu sempat berjalan dua pekan sejak dimulai pada 4 April 2020. Namun kemudian ditunda pada 12 April hingga akhirnya dibubarkan.
Sehari setelah dibekukan, PSSI tetap menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) yang menghasilkan La Nyalla Matalitti sebagai ketua umum baru.
Selama PSSI dibekukan dan Indonesia mendapat sanksi FIFA, tidak ada kompetisi resmi yang bergulir di Tanah Air. Saat itu, hanya ada Piala Presiden dan Piala Jenderal Sudirman untuk mengisi kekosongan kompetisi.
Alhamdulillah. Mitra Kukar juara turnamen Piala Jenderal Sudirman. Bravo Naga Mekes! pic.twitter.com/e3yKLGfIMc
— Mitra Kukar FC (@MitraKukar) January 25, 2016
Dua turnamen tersebut diselenggarakan pihak swasta agar klub tidak merugi dan roda ekonomi dari sepak bola Indonesia bisa terus berjalan.
Setahun berselang, tepatnya pada 10 Mei 2016, Kemenpora mencabut surat keputusan (SK) pembekuan PSSI. Keputusan Kemenpora itu kemudian diikuti FIFA dengan mencabut sanksi untuk Indonesia dan kembali mengakui keanggotaan PSSI.
Pencabutan sanksi itu dilakukan pada kongres ke-66 di Meksiko dan diumumkan langsung oleh Presiden FIFA, Gianni Infantino, 13 Mei 2016.
Itu dia Speakers, dualisme kompetisi sepak bola yang pernah Indonesia alami sedekade lalu. Semoga peristiwa ini tidak akan pernah terjadi lagi.
